Selasa, 05 Desember 2017

Frekuensi Jaringan Listrik



Taukah anda tentang frekuensi jaringan listrik? Untuk menemukan definisi yang akurat tentang kalimat di atas mari kita cari tau arti katanya satu persatu. Frekuensi secara umum dapat diartikan sebagai jumlah kemunculan suatu kejadian yang berulang pada suatu jangka waktu tertentu. Frekuensi didefinisikan sebagai jumlah periode gelombang yang terjadi selama 1 detik. Mengacu pada SI, satuan frekuensi adalah Hertz yaitu jumlah siklus per detik. Nama ini diberikan sebagai penghargaan kepada Heinrich R. Hertz atas kontribusinya pada bidang gelombang elektromagnetik. Pada sistem tenaga listrik, istilah frekuensi diasoasikan dengan frekuensi tegangan dan arus listrik. Frekuensi ini diperoleh dari kombinasi jumlah putaran dan jumlah kutub listrik pada generator di pembangkit listrik. Pada awal sejarah munculnya listrik, pemahaman terhadap frekuensi tidak seperti yang sekarang ini kita semua pahami. Pada masa itu frekuensi lebih dipahami sebagai banyaknya jumlah perubahan polaritas (alternasi) per menit, akibatnya pada masa tersebut banyak kita temui frekuensi sistem tenaga yang apabila kita ubah ke definisi frekuensi modern akan menghasilkan angka yang tidak lazim, seperti 83 Hz atau 133 Hz. Selain tegangan dan arus, frekuensi jaringan listrik adalah besaran yang akan dikonfirmasi oleh setiap orang yang akan memakai suatu peralatan listrik. Jawabannya pun hanya antara 50 Hz dan 60 Hz, asal frekuensi peralatan tersebut sudah cocok dengan jaringan listrik yang ada maka alat tersebut akan baik-baik saja. Selama ini kita tahu dan menerima saja bahwa ada dua jenis frekuensi yang dipakai di sistem tenaga, namun, mengapa 50 Hz dan 60 Hz? Tulisan ini akan mengulas singkat tentang frekuensi-frekuensi tersebut pada sistem tenaga listrik kita.
Perkembangan Frekuensi pada Sistem Tenaga Listrik dimulai sekitar tahun 1890an dimana jaringan listrik masih baru mulai berkembang. Pada masa itu listrik masih bersifat lokal, tidak ada transmisi jarak jauh, tidak ada interkoneksi, dan beban utama adalah penerangan. Akibatnya adalah muncul bermacam-macam frekuensi jaringan listrik yang beroperasi tergantung pada perusahaan penyedia generator pada pusat pembangkit lokal. Contohnya di Amerika Utara, Westinghouse memilih mengoperasikan generator buatannya pada 133 Hz, sementara Thompson-Houston menggunakan generator yang beroperasi menghasilkan 125 Hz. Di Britania Raya, frekuensi sistem bervariasi mulai dari 83 Hz hingga 133 Hz. Frekuensi yang beroperasi di eropa daratan juga bervariasi mulai dari 30 Hz hingga 70 Hz. Sedangkan AEG dari Jerman menggunakan frekuensi 40 Hz untuk mentransmisikan listrik sejauh 175 km ke Frankfurt, MFO dari Swiss menggunakan frekuensi 50 Hz untuk mentransmisikan listrik ke pabriknya, sementara Ganz dari Hungaria menggunakan 42 Hz untuk melayani konsumen beban penerangannya. Begitu banyaknya frekuensi yang muncul menawarkan kelebihan dan kekurangan masing-masing, disamping juga mengakibatkan kebingungan tersendiri. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan untuk mendapatkan frekuensi yang paling tepat, sesuai dengan teknologi dan karakteristik sistem tenaga listrik jaman tersebut, diantaranya:

  •  Frekuensi yang tinggi dengan pertimbangan transformator


Semakin tinggi frekuensi operasi maka ukuran transformator akan semakin kecil. Keuntungan menggunakan frekuensi yang lebih tinggi adalah biaya produksi transformator akan bisa menjadi lebih murah.


  •  Frekuensi yang rendah dengan pertimbangan turbin-generator

Generator-generator pada masa tersebut umumnya diputar dengan menggunakan sabuk yang terhubung ke turbin, seperti pada generator Westinghouse yang menghasilkan frekuensi 133 Hz. Perkembangan selanjutnya adalah menghubungkan langsung turbin dengan generator pada 1 sumbu, namun dengan teknologi pada masa itu hanya bisa apabila putaran generator-turbin cukup rendah, artinya frekuensi listrik yang dihasilkan juga rendah.

  • Frekuensi dengan pertimbangan lampu penerangan


Beban utama yang dilayani sistem tenaga listrik pada saat itu adalah beban penerangan. Beban penerangan menuntut frekuensi sistem yang tidak rendah, karena akan mengakibatkan lampu yang berkedip-kedip. Frekuensi sistem harus tinggi supaya kedip pada lampu tidak lagi terasa oleh mata manusia.


  • Perkembangan teknologi motor listrik


Motor induksi mulai berkembang pada masa tersebut. Belum adanya teknologi pengaturan kecepatan motor mengkibatkan motor akan berputar proporsional dengan frekuensi sistem tenaga listrik yang ada. Produsen motor listrik pada umumnya adalah perusahaan yang juga membuat generator sehingga cenderung untuk memproduksi motor listrik yang sesuai dengan spesifikasi frekuensi generator yang diproduksinya sendiri, misalnya MFO dari Swiss dengan sistem 50 Hz. Apabila kita ingin menggunakan motor listrik tersebut, tentu saja kita harus menyediakan sistem tenaga yang sesuai dengan spesifikasi frekuensi motor tersebut.
Akhirnya kompromi menjadi jalan tengah untuk mendapatkan frekuensi terbaik dari sekian banyak persyaratan yang saling berlawanan tersebut. Angka kompromi yang muncul pada masa itu adalah frekuensi pada kisaran 50 – 60 Hz. Angka tersebut cukup rendah untuk teknologi pembangkitan, cukup tinggi untuk mendapatkan transformator yang sesuai, dan cukup tinggi supaya kedip pada lampu penerangan tidak terasa. Tidak cukup jelas alasan mengapa pada akhirnya sistem tenaga listrik Eropa berkembang dengan menggunakan 50 Hz, sedangkan sistem tenaga listrik di Amerika Utara berkembang dengan menggunakan 60 Hz. Kembali pada faktor produsen generator pada masa tersebut, selain itu sudah dimulainya interkoneksi antar daerah yang bertetangga. Apabila suatu daerah ingin digabungkan melalui interkoneksi, frekuensi yang dipilih harus sama dengan frekuensi yang sudah ada sebelumnya yaitu 50 Hz atau 60 Hz. Sementara sistem tenaga listrik Indonesia adalah 50 Hz, dan kalau daya (MW) yang dibangkitkan lebih kecil dari beban yang terlayani maka frekuensi akan kecil dari 50 Hz, begitu sebaliknya bila daya (MW) yang dibangkitkan lebih besar dari beban yang terlayani maka frekuensi akan besar dari 50 Hz. 
Frekuensi 50 Hz dalam sistem tenaga listrik, dapat dilihat pada contoh generator dengan kecepatan putar 3000 rpm atau 3000/60=50 cps (dengan 2 kutub magnet), berarti untuk menghasilkan frekuensi 50 Hz, rotor generator akan berputar sebanyak 50 kali putaran dalam 1 detik. Frekuensi sebenarnya adalah karakteristik dari tegangan yg dihasilkan oleh generator. jadi kalau dikatakan frekwensi 50 hz, maksudnya tegangan yg dihasilkan suatu generator berubah-ubah nilainya terhadap waktu, nilainya berubah secara berulang-ulang sebanyak 50 cycle setiap detiknya. jadi tegangan dari nilai nol ke nilai maksimum (+) kemudian nol lagi dan kemudian ke nilai maksimum tetapi arahnya berbalik (-) dan kemudian nol lagi dan seterusnya. Penggunaan frekuensi 50 hz dan 60 Hz tentunya sudah dianalisa dengan baik oleh para produsen generator. Mereka menetapkan batasan dan aturan tertentu yang berdasarkan dari pengalaman dan eksperimen yang berkelanjutan sebagai produsen generator. Poin yang menjadi pertimbangan tentu saja masalah teknis dengan menetapkan standar 50 Hz dan 60 Hz tersebut. Hal lainnya adalah dari sisi ekonomis dan efisiensi kesatabilan beban. Dari sini pasti anda telah memahami apa itu frekuensi jaringan listrik. Semoga artikel ini bermanfaat bagi anda. Salam..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar